Rabu, 06 Juni 2012

Demoralisasi Generasi Muda di Era Digital

Begitu banyak masalah yang menimpa bangsa kita ini, mulai dari pengangguran, kemiskinan, terorisme, dan lain sebagainya. Seluruh elemen masyarakat seakan-akan sibuk dengan segala hal permasalah yang menimpa bangsa ini, sampai mereka melupakan suatu masalah yang sebenarnya sangat besar dan menakutkan yaitu demoralisasi yang telah melanda masyarakat kita. Demoralisasi inilah yang sebenarnya sebagai biang kerok terjadinya seluruh masalah yang menimpa bangsa ini, tetapi kita menganggap masalah demoralisasi adalah masalah yang kecil dan sepele. Kalau saja kita lihat dari segi kata, arti dari demoralisasi adalah kemerosotan akhlak; kerusakan moral. Maka kita akan menemukan segala akar permasalahan yang sekarang telah menimpa bangsa kita. Semua permasalahan yang terjadi berawal dari moralitas kita yang sekarang telah merosot, masalah yang menimpa bangsa kita ini tidak akan berhenti sampai disini saja, tetapi di masa yang akan datang malahan akan lebih menakutkan karena demoralisasi tidak hanya menimpa para pejaban dan golongan tua, tetapi kalangan generasi muda juga cukup luar biasa. Demoralisasi generasi muda yang melanda masyarakat ini cenderung disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu anatara lain :
1.      Dampak negatif dari peruhanan sosial
Setiap masyarakat pada dasarnya menginginkan perubahan kearah yang lebih baik ( progress). Tetapi dalam kenyataannya, tidak semua perubahan akan berdampak positif atau menguntungkan , ada juga yang berdampak merugikan masyarakat  atau perubahan yang mengarah kemunduran (regress). Di era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini tampak jelas bahwa didalam masyarakat kita telah terjadi perubahan sosial yang sangat pesat, kalau kita amati, setiap peristiwa atau kejadian disuatu negara dapat kita ketahui dengan cepat bahkan secara langsung lewat TV, radio, internet, sehingga kontak dan komunikasi yang cepat dan efektif diera globalisasi dapat menyebabkan mudahnya unsur-unsur budaya maupun nilai-nilai sosial bangsa asing masuk dan berpengarung pada negara kita, semua itu belum tentu sesuai dengan nilai dan budaya bangsa kita. Dengan adanya globalisasi dan modernisaasi memang membawa banyak manfaat untuk perkembangan dan kehidupan masyarakat, juga di dunia pendidikan akan memudahkan untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi serta informasi, tetapi disisi lain dengan adanya nilai dan unsur budaya asing yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa sangat mengkhawatirkan eksistensi jati diri bangsa dan menyebabkan goncangan budaya ( culture shock), terutama moralitas generasi muda yang belum siap dengan perubahan tersebut. Alvin toffler mengatakan bahwa arus perubahan kini mengemuruh teramat kuat sehingga menumbangkan lembaga, nilai/norma, dan menggoyahkan akar kita. Hasil dari perubahan yang bersumber dari nilai dan budaya asing adakalanya berbeda jauh dari nilai semula yang ada dimasyarakat kita. Apa yang sekarang dianggap wajar dan lazim dilakukan mungkin saja nilai aslinya dianggap sebagai suatu yang menyimpang.
2.      Faktor keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dalam penanaman nilai dan norma kepada anak, sehingga di dalam keluarga diharapkan mampu melakukan peranya  untuk menjadi media sosialisasi yang sempurna, apabila keluarga tidak mampu menjalankan perannya dengan baik maka yang terjadi anak akan menyimpang perilakukanya dan akan merosot moralitasnya. Banyak demoralisasi dikalangan generasi muda yang disebabkan oleh peran keluarga yang kurang baik, yaitu antara lain:
a.   Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan kepentingan sendiri, sehingga anak merasa diabaikan. Hubungan anak dan orang tua menjadi jauh, sedangkan anak sangat memerlukan kasih sayang dan kehangatan dari oarang tuanya, sehingga anak banyak yang mencari kasih sayang dengan caranya sendiri yang kebanyakan negatif.  
b.   Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak dengan ancaman sanksi sehingga anak merasa cukup berat. Anak menjadi tertekan jiwanya sehingga mereka sering kali melampiaskan dengan cara-cara yang negatif.

3.      Salah pergaulan
Diwaktu keluarga tidak lagi mampu memberikan rasa nyaman, kasih sayang, dan perhatian bagi remaja, maka mereka pun mencari diluar rumah. Bergaul dengan orang-orang yang mereka anggap bisa memberikan apa yang mereka tidak dapatkan dikeluarga. Hal demikian akan menimbulkan dua kemungkinan, karena mereka akan mudah terpengaruh dengan pergaulannya, kalau saja pergaulannnya itu melakukan kegiatan positif maka hasilnya akan baik, tetapi akan jadi masalah, apabila pergaulan remaja tersebut di hal-hal yang negatif dan hanya mengejar kesenangana belaka (hedonis). Maka mereka akan menjadi generasi yang menyimpang. Dapat disimpulkan bahwa, Seorang remaja bisa baik maupun buruk moralitasnya salah satunya dipengaruhi lingkungan dalam pergaulannya.
Melihat banyaknya faktor yang menyebabkan demoralisasi digenerasi muda, maka sangatlah wajar kalau dalam realita sekarang ini banyak terjadi bentuk-bentuk perilaku generasi muda yang mengarah pada demoralisasi. Perilaku-perilaku yang tersebut antara lain:
a.       Krisis etika dikalangan generasi muda
Sikap tidak hormat kepada orang-orang yang lebih tua yang mengarah pada perbuatan kurang ajar, serta perilaku tidak sopan yang selalu dipertontonkan oleh generasi muda merupa wujud dari merosotnya moral generasi muda sekarang ini. Hal inilah yang akan menjadi cikal bakal perbuatan-perbuatan menyimpang lainya. Karena krisis etika dikalangan generasi muda akan mengahancurka jati diri bangsa kita yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai sopan santun. Ketika atmosfir kebebasan mulai merembus ke negara ini, kita melihat dan merasakan merosotnya etika, moral dan nilai-nilai religi yang dahulu sangat kita junjung tinggi. Arus globalisasi informasi melalui TV, Internet ternyata juga membawa pengaruh buruk bagi generasi muda. Media –media ini banyak sekali menontonkan kegiatan-kegiatan yang bisa merusak moralitas dan etika generasi muda, misalnya TV dan internet banyak bisa menemukan tontonan yang berbau pornografi dan pornoaksi, sehingga bisa mengancurkan generasi muda kita.
b.      Minum minuman keras dan penyalah gunaan narkotika
Minum minuman keras dan narkotika yang memabukkan akan membuat akal manusia menjadi tercemar dan hilang kesadarannya. Apabila seseorang sudah kecanduan minuman keras dan narkoba maka akal akan rusak. Sedangkan kedudukan akal adalah untuk membedakan anatara manusia dengan binatang. Orang yang mabuk cenderung tidak mampu mengendalikan  diri sendiri. Orang tersebut akan melakukan perbuatan yang melanggar nilai dan norma, bahkan bisa berujung pada kematian.Tetapi banyak generasi muda yang tidak memperdulikan akibat dari minum minuma keras dan narkoba, kebanyakan mereka berawal dari iseng-iseng belaka dalam pergaulan tetapi lama kelamaan kan menjadi kebiasaan dalam hidup mereka dan akan menjadi kecanduan dan akhirnya....???? kalau akal kita rusak maka apa bedanya kita dengan binatang???.....
c.       Hubungan seks diluar nikah
Hubungan seks diluar nikah tidak dapat dibenarkan oleh norma sosial maupun norma agama. Perbuatan itu menunjukkan telah terjadi kemperosotan moral dan iman bagi para pelakuknya. Karena hubungan seks hanya dibenarkan apabila seseorang sudah resmi menikah. Tetapi dalam masyarakat kita terdapat fakta yang memprihatinkan, banyak lembaga-lembaga survei yang telah mendapatkan hasil surveinya tentang tentang seks diluar nikah luar biasa banyaknya. Salah satunya adalah seperti yang dikutip oleh detik new (didit Tri kertapati) bahwa menurut kepala BKKBN Menjelaskan bahwa Seks sebelum menikah telah dilakukan sejumlah remaja. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah. "Artinya dari 100 remaja, 51 sudah tidak perawan," ujar Kepala BKKBN Sugiri Syarif usai memberikan sambutan acara Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI monas, Minggu (28/11/2010).

Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pra nikah juga dilakukan beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan.
Bagaimana dengan kehamilan yang tidak diinginkan? "Hasil penelitian di Yogya dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalamai kehamilan sebelum menikah," kata Sugiri.Selain itu data tentang penyalahgunaan narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba, 78 persennya adalah remaja. Sedangkan penderita HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya.Estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapi 2,4 juta jiwa. 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja.

Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010 terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni 48,1 persen dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9 persen. Data tersebut sangatlah memprihatinkan, karena negara kita yang mayoritas memeluk agama Islam. Hal tersebut telah menunjukkan terjadi kemerosotan moral dan iman dikalangan remaja, di dalam islam sudah dijelaskan sangat gamblang tentang larangan Zina, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg diakibatkannya.
Ayat yg melarang zina antara lain adalah, Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buruk.(Al-Isra’:32). maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juga bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di luar nikah.
d.      Kekerasan dikalangan generasi muda
Kekerasan sering dilakukan oleh para remaja sebagai bentuk penyelesaian masalah, hal ini disebabkan karena adanya peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Pada usia remaja biasanya unsur emosionalnya lebih menonjol  daripada rasionya. Sehingga mereka sering sekali terlibat tindak kekerasan dalam bentuk perkelahian, sering kali tujuan berkelahi bukan untuk mencapai nilai yang positif, melainkan hanya untuk membalas dendam atau pamer kekuatan.
Dari berbagai kasus demoralisasi di kalangan generasi muda sangat mengundang keprihatinan dan harus segera mencari solusi yang  baik. Disini penulis mencoba memberi beberapa solusi yang kiranya bisa sedikit menanggulangi sebagai bentuk pengendalian sosial yang bersifat pencegahan (preventif) maupun setelah terjadinya demoralisasi untuk membangun kembali kemoral yang agak lebih baik (represif). Beberapa solusi tersebut antara lain adalah :
1.      Mempertebal keimanan dan ketaqwaan dikalangan generasi muda
Benteng yang sangat kokoh dalam menjawab tantangan globalisasi agar kita tidak terjerumus dalam demoralisasi adalah memperkokoh/mempertebal keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah, apabila kita selalu memegang teguh semua ajaran agama kita (Islam) maka kita dengan sendirinya akan bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan atau mana yang tidak boleh dilakukan. Singkat kata dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah maka kita akan selamat dunia dan akhirat, Amin.
2.      Memanfaatkan media sosialisasi keluarga, sekolah.
Menurut ilmu sosiologi, terjadinya perilaku menyimpang itu disebabkan oleh adanya sosialisasi yang tidak sempurna dan peran media sosialiasi yang tidak baik. Untuk menyelamatkan generasi muda dari demoralisasi maka semua media sosialisasi harus saling mendukung antara satu dengan yang lain agar seorang anak /remaja tertanam nilai dan norma yang sesuai dengan harapan masyarakat.
a.       Keluarga
Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua dan saudara-saudara. sehingga bisa dikatakan keluarga merupakan media yang pertama dalam penanaman nilai dan norma di dalam diri seorang anak dan akan membentuk kepribadian dan moralitasnya, apabila di dalam keluarga tidak mampu berperan dengan baik dalam menanamkan nilai dan norma, maka si anak akan menjadi kurang baik dalam kepribadian maupun moralnya. Didalam menyikapi masalah demoralisasi generasi muda maka peran keluarga adalah sebagai pilar pertama untuk melakukan perlawanan menuju keperubahan yang baik. Orang tua harus memberi perhatian yang ekstra kepada anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam demoralisasi, tetapi tidak dengan jalan mengekang dan memaksa kehendak orang tua kepada anak, orang tua harus memberi perhatian dengan penuh kasih sayang (afeksi) dengan jalan selalu membangun komunikasi antara orang tua dan anak, sehingga anak tidak merasa terabaikan dan lebih dihargai.orang tua juga harus mampu memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya baik dalam perilaku, ucapan dan perbuatan. Harapannya agar anak bisa menghormati orang yang lebih tua yang mungkin sekarang sudah mulai budar misalnya berbicara sopan dengan orang tua, berjabat tangan pada guru sebagai rasa hormat dan lain sebagainya.jadikan keluarga itu yang harmonis maka anak akan terhindar dari demoralisasi, ada istilah “rumahku adalah istanaku (surgaku)”
b.      Sekolah
Selain keluarga maka sekolah adalah media yang kedua dalam mengatasi masalah demoralisasi yang telah melanda generasi muda. Sekolahan harus mampu mendidik kecerdasan,  juga membina moral dan akhlak siswanya. Tetapi sekarang banyak sekolah yang terjebak hanya memprioritaskan agar  anak didiknya mampu mendapatkan nilai yang bagus dalam  mengerjakan tugas-tugas teoritis tanpa memperhatikan aplikasinya/prakteknya. Jika merujuk pada teori Benjamin S. Bloom (1956) yang dikenal dengan nama taxonomy of educational objectives, keberhasilan pendidikan secara kuantitatif mencakup tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Meskipun demikian, keberhasilan output (lulusan) pendidikan hanyalah merupakan keberhasilan kognitif. Artinya, anak yang tidak pernah sholat pun, jika ia dapat mengerjakan tes PAl (Pendidikan Agama Islam) dengan baik, ia bisa lulus (berhasil), dan jika nilainya baik, ia pun dapat diterima pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga pendidikan moral kadang kala diabaikan dengan alasan ini dan itu, seharusnya sekolah merupakan mitra keluarga dalam pendidikan moral anak. Tetapi kadang kala banyak keluarga yang memikulkan tanggung jawab 100% kepada sekolah dalam pendidikan moral ini. Solusi yang terbaik adalah sekolah dan keluarga harus bergantengan tangan bersama-sama memberi pendidikan moral agar tidak terjadi kemerosotan moral.
3.      Aktif di dalam kegiatan-kegiatan positif
Untuk menghindari demoralisasi, yang perlu dilakukan oleh generasi muda adalah dengan aktif di berbagai kegiatan-kegiatan yang positif, karena dengan demikian maka generasi muda akan mempunyai aktifitas yang akan menjauhkan dari kejenuhan, kesepian, dan terhindar dari godaan setan untuk mengisi hidup dengan kemaksiatan. Generasi muda akan selalu terlatih untuk selalu berfikir positif.
Setiap kasus dan permasalahan yang terjadi selayaknya kita jadikan pembelajaran berharga dalam mengarungi kehidupan ini. Jangan sampai kasus yang serupa yang ada dan menimpa orang lain akan terjadi di lain waktu kepada kita. Saatnya-lah bagi kita generasi muda ini untuk instropeksi diri. Mari BANGKIT, mari INSTROPEKSI…! Ingat kata kata bung karno ““Berikan aku satu pemuda maka akan aku guncang Indonesia, berikan aku sepuluh orang pemuda maka akan aku guncang dunia.”.
Jadilah generasi muda yang mampu berprestasi dan  dibanggakan keluarga, agama dan bangsa
amin